Minggu, 18 Maret 2012

Harimau takut pada kambing

HARIMAU TAKUT PADA KAMBING BETINA Museum Majapahit yang juga dikenal sebagai Museum Trowulan yang berada di Desa Trowulan, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto memiliki koleksi bak terakota. Pada salah satu dinding bak terakota tersebut terdapat relief harimau lari karena takut pada kambing betina. Relief itu menggambarkan suasana di hutan, tampak kambing melihat kera dan harimau yang berada di depannya, ekor kera dan harimau tampak saling terikat.
Relief tersebut menggambarkan adegan sebuah cerita. Konon, ada seekor kambing betina bernama Mesaba dengan anaknya bernama Wiwingsali. Mesaba baru sembuh dari sakit kepala, berkata pada anaknya, “Anakku Wiwingsali, ada nazarku ketika aku sedang sakit pening kepala, yaitu ingin makan enak rumput yang hijau-hijau, kau ikut ya anakku?” Anaknya menjawab “Aku ikut, ibu.“ Kemudian mereka berjalan berdua menuju ke hutan. Di hutan ada tanah datar dengan rumput liar yang hijau. Mesaba dan Wiwingsali sangat bahagia melihat rumput yang hijau lalu dimakannya. Kondisi badan Mesaba pulih kembali dengan sempurna. Pada saat itu, ada seekor harimau si Warani namanya. Ia berkeliaran dalam hutan mencari binatang untuk makan, tetapi tidak menemukan apa pun. Melihat ke utara, ke selatan, ke timur, dan ke barat. Dilihatnya ada kambing dan anaknya. Berkatalah harimau: “Apa itu, seperti binatang rupanya, belang-belang dan bertanduk, tertariklah hatiku, biarlah kudatangi dia.” Harimau mendatangi tempat kambing dan berkata “E, mau ke mana kalian, berkeliaran di gunung? Apakah kalian tidak tahu kalau berada di tempatku, di hutan ini? Akan kuantarkan kau ke neraka karena telah datang ke tempatku ini.” Si kambing Mesaba menjawab dengan seloka, “Hai kau harimau, tidak tahu akan maksud kata-kataku, biarlah kuberi tahu kau! Harimau mati sepuluh sekaligus kumakan jika jatuh di tanganku ini, karena aku dapat mengeluarkan api sebesar menara, sehingga membakar matahari. Apalagi sekarang kau hanya harimau seekor doang! Tunggulah kau harimau! Lihat itu di depanku, Jahni namanya, turus besar dari bumi hingga ke angkasa dapat aku cabut. Agar kau tahu kesaktianku, nah lihatlah ini, ada lagi tugu besi, kupukul putus olehku. Tunggulah kau harimau!” Setelah mendengar kata-kata kambing Mesaba, harimau lari ketakutan. Ada kera kawan harimau menemuinya di jalan ketika harimau lari tergopoh-gopoh. Kata kera kepada harimau, “Mengapa kau lari tanpa menolih dan ngos-ngosan? Berhentilah harimau, kutemani kau!” demikian kata kera itu, tetapi harimau tidak peduli, hanya kambing saja yang dipikirkan, ia lari terus. Akhirnya, harimau sadar akan kawannya si kera, dan berkata “Aduh sahabat, senang sekali aku bertemu denganmu. Aku bertemu dengan binatang yang sangat sakti, rupanya belang dan bertanduk.” Jawab si kera, “Bukan sahabat, barangkali itu si kambing Mesaba namanya, anaknya bernama Wiwingsali. Binatang itu dulu kawanku.” Kata harimau, “Aku tak mau, kawan, besahabat dengan Mesaba, hancurlah aku. Engkau dapat memanjat ke pohon-pohon, kau kera. Aku tinggal di bawah, mati aku nanti!” Kera meyakinkan harimau, “Jika engkau mati, maka nanti mati bersama, berdua denganku, agar engkau tahu betapa kasihku kepadamu. Untuk itu, aku mau berikat pinggang bersamamu.” Kemudian ekor harimau dan kera diikat menjadi satu. Mereka berjalan bersama-sama seikat pinggang ke tempat Mesaba. Si Mesaba tidak tahu. Anak kambing, si Wiwingsali melihat harimau datang bersama berikat pinggang dengan kera, kata Wiwingsali, “Wahai mama, tibalah saatnya ajal kita sekarang. Lihatlah itu si harimau datang bersama dengan kera seikat pinggang. Mereka lari datang kemari. Si kera mengaku suami Mama.” Kambing Mesaba menghibur anaknya, “Hai anakku, jangan khawatir hatimu, tunggulah sebentar, anakku!” Tiba-tiba Mesaba menggertak harimau, katanya “E kera, utunglah kau masih ingat akan janjimu dulu, waktu kau kalah bertaruh denganku, sanggup menyerahkan sepuluh ekor harimau. Sekarang kau hanya menyerahkan seekor harimau, nah bawa kemari, biar kukunyah-kunyah habis!” Kata harimau dalam hati, “Aduh, aku akan digunakan untuk pembayaran utang kera kepada kambing!” Harimau semakin takut, maka larilah harimau, meloncat ke jurang. Kera terseret harimau sampai mati, kepala kera terbanting pada batu (Mardiwarsito, 1983: 71-76).

2 komentar: